Memasuki era globalisasi ini, pembangunan
perkenomian regional di bidang wirausaha menjadi sebuah isu hangat
sebagai upaya persiapan menghadapi era pasar bebas. Di tengah carut
marutnya kondisi perkenomian Indonesia belakangan ini yang ditandai
dengan melemahnya nilai tukar rupiah, inflasi yang meningkat dan
ditambah lagi dengan pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi
dimana-mana, tentunya pemerintah Indonesia perlu menyiapkan sebuah
strategi yang pas dalam menghadapi persaingan internasional melaui
kebijakan moneter dan fiskal.
Sejumlah peluang besar tersedia di
depan mata, bahwa dengan adanya pemberlakuan pasar bebas Asean atau yang
kita kenal dengan Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tentunya bursa tenaga
kerja menjadi salah satu prioritas utama persaingan bagi
perusahaan-perusaan global. Yang menjadi pertanyaan adalah, apakah hanya
bursa tenaga kerja yang menjadi indikator daya saing dalam meningkatkan
pertumbuhan ekonomi? Jawabannya tentu tidak ketika kita berkaca pada
tingkat pengangguran yang cukup tinggi di tahu 2015. Perlu diketahui
bahwa Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat dalam kurun waktu satu tahun
tingkat pengangguran di Indonesia mengalami pertambahan sebanyak 300
ribu jiwa . Hal ini berkaitan erat dengan kurangnya ketersediaan
lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja yang di Indonesia (sumber : http://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20150505150630-78-51318/ekonomi-melambat-pengangguran-indonesia-bertambah/).
Ada
beberapa aspek yang turut mempengaruhi tingkat pengangguran sebuah
negara. Pertama, jumlah penduduk mejadi salah satu aspek yang akan
dibandingkan dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di sebuah Negara.
Indonesia memiliki jumlah penduduk terbesar ke empat di dunia yaitu
sekitar 250 juta jiwa pada tahun 2015 (sumber : http://www.bps.go.id/)
. Hal ini berbanding terbalik dengan ketersediaan lapangan pekerjaan di
Indonesia yang masih sangat kecil. Kedua, tingkat pendidikan dan
keahlian penduduk sebuah Negara akan menentukan apakah seseorang dapat
diterima disebuah perusahaan atau tidak. Di Indonesia sendiri, penduduk
kategori pengangguran didominasi oleh lulusan SMA yaitu sebesar 9,10 %
dari total penganggur pada tahun 2014 (Sumber : Badan Pusat Statisktik).
Sementara itu di era persaingan global saat ini, tenaga kerja yang
dibutuhkan adalah tenaga kerja dengan tingkat pendidikan sarjana ke
atas.
Berikutnya, ketersediaan lapangan pekerjaan menjadi aspek
paling utama dalam penyerapan tenaga kerja di sebuah Negara. Penyerapan
tenaga kerja sangat tergantung pada tersediaanya lapangan kerja disebuah
negara. Di tengah menurunya laju pertumbuhan pereknomian bukan tidak
mungkin investasi di sektor swasta akan menurun. Hal ini tentunya akan
berdampak pada jumlah pengangguran yang semakin tinggi. Pemerintah dalam
hal ini Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian tentu mempunyai
strategi dalam menghadapi situasi yang cukup sulit ini. Investasi di
sektor infrastruktur tentu menjadi salah satu dari sekian banyak solusi,
selain mampu menyerap tenaga kerja, juga pembangunan infrastruktur
dapat mendukung roda perkenomian Indonesia. Akan tetapi perlu diingat
bahwa, investasi di sektor infrastrukutur saja tidak mampu menyerap
jumlah tenaga kerja yang begitu besar. Sebuah kondisi yang ironis akan
terjadi jika perdagangan bebas dalam hal ini Masyarakat Ekonomi Asean
(MEA) yang diaharapkan bisa menjadi solusi yang handal dalam menghadapi
persaingan dengan Tiongkok dan negara maju lainnya malah menjadi masalah
besar buat negara ini karena belum siapnya penduduk Indonesia dalam
menghadapi persaingan global.
Lalu apa sebenarnya yang harus
dilakukan oleh pemerintah? Banyak hal yang perlu dikaji untuk mengupas
tuntas persoalan ini. Tentunya, kajian-kajian secara garis besar ini
akan mengantarkan kita pada sebuah solusi yang diharapkan mampu menjadi
solusi utama kekuatan perekonomian Indonesia dalam menghadapi persaingan
global.
Rata-rata penduduk Indonesia memiliki orientasi bekerja
ketimbang berusaha setelah menyelesaikan pendidikan. Persoalan utama
penduduk Indonesia setelah tamat sekolah atau lulus kuliah adalah
menjadi pengangguran. Sehingga tidak mengherankan jika isu utama
masyarakat Indonesia dalam menghadapi persaingan global adalah
persaingan dari sektor tenaga kerja. Padahal, jika dirunut lebih jauh,
dengan adanya era keterbuakaan dalam perdagangan bebas, tentunya akan
membuka peluang bagi kita untuk menarik investasi yang sebesar-besarya
untuk membuka usaha. Peluang usaha akan terbuka lebar, dan keran
investasi pun dibuka. Potensi pasar di Indonesia dengan jumlah penduduk
terbesar keempat di dunia sepertinya hanya dimanfaatkan oleh pihak-pihak
asing untuk melakukan ekspansi usahanya.
Indonesia dengan
potensi kekayaan sumber daya alamnya tentu akan menjadi sebuah peluang
yang potensial dikembangkan. Lalu dengan apa kita harus
mengembangkannya? Wirausaha menjadi sebuah jawaban solutif dalam
mengatasi persoalan di atas. Selain dapat meningkatkan perputaran roda
perkenonomian, wirasusaha pun dapat memberikan peluang kerja kepada
masyarakat Indonesia dengan cepat. Atau dengan kata lain, sudah saatnya
wirausaha menjadi tulang punggung perekonomian bangsa ini.
Persaingan
di era globalisasi saat ini tidak hanya pada sektor industri dengan
teknologi tingkat tinggi, tetapi juga meliputi industri sektor
pariwisata, pertanian, kelautan dan industri kreatif. Berkaca dari
kekayaan alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia saat ini maka
seharusnya Indonesia memiliki peluang yang sangat besar dalam melahirkan
wirausaha-wirausaha baru di sektor-sektor tersebut di atas.
Beberapa
peluang yang dapat kita manfaatkan saat ini salah satunya adalah di
sektor pariwisata. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah
kunjungan wisatawan asing naik menjadi 793,5 ribu pada mei 2015, atau
naik 5,47 % dari mei 2014. Berikutnya, meningkatnya ekspor industri
kreatif dan meningkatnya jumlah produksi padi dan tanaman perkebunan
lainnya. Perlu diketahui bahwa, 11% ekspor komoditas Indonesia berasal
dari sektor nonmigas. Hal ini menunjukan bahwa industri apapun dari
sektor wirausaha memiliki peluang yang sangat baik untuk dikembangkan.
Kondisi seperti ini seharusnya mampu dimanfaatkan oleh penduduk
Indonesia terkait dengan peluang-peluang usaha yang tersedia. Apalagi
kondisi ini didukung dengan jumlah penduduk Indonesia yang tinggi.
Perlu
diacatat bahwa Indonesia diprediksikan akan menjadi sebuah negara maju
dengan tingkat perkenomian terbesar ketujuh di dunia setidaknya pada
tahun 2030 . Hal ini didorong oleh beberapa faktor, salah satunya adalah
tingkat konsumsi domestik yang sangat tinggi (Survei McKinsey Global Institute (2012), http://nasional.sindonews.com/read/1010858/18/potensi-indonesia-menjadi-kekuatan ekonomi-global-1433899211).
Bukan tanpa alasan kenapa Indonesia memiliki tingkat konsumsi domestik
yang tinggi. Hal ini dikarenakan jumlah penduduk yang Indonesia yang
tinggi.
Perkenomian sebuah negara dikatakan maju apabila salah
satu syaratnya adalah jumlah wirausahanya harus mencapai 2% dari total
jumlah penduduk. Sementara itu saat ini jumlah wirausaha Indonesia masih
sekitar 1,65% dari total jumlah penduduk. Masih kalah jauh jika
dibandingkan dengan negara-negara tetangga seperti Singapura, Malaysia,
dan Thailand. Persentase wirausaha di Singapura sudah 7%, Malaysia 5%
dan Thailand 4%, sedangkan Amerika Serikat persentasenya sekitar 12 % (sumber : http://www.depkop.go.id).
Begitu
besarnya peluang yang ada tentunya memberikan harapan bahwa bangsa ini
akan menjadi lebih baik lagi di masa yang akan datang. Tentunya peluang
ini diikuti dengan syarat-syarat tertentu yang harus dipenuhi baik oleh
pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat Indonesia sendiri. Tantangan
begitu besar juga di depan mata sebagai tembok besar yang siap
menantang laju pembangunan perekonomian Indonesia. Beberapa syarat yang
harus dipenuhi oleh pemerintah dalam mewujudkan wirausaha-wirausaha baru
di Indonesia diantaranya :
Pertama, meluncurkan program
wirausaha muda dengan sasaran pelajar tingkat SMA dan Mahasiswa. Hal ini
telah dilakukan oleh pemerintah dengan memanfaatkan kerjasama melalui Corporate Social Responsibility (CSR)
dari beberapa perusahaan swasta dan lembaga keuangan. Tentunya tidak
sedikit pengusaha-penguasaha muda sukses baru yang dicetak melalui
program ini. Sebut saja beberapa pengusaha sukses yang lahir dari
program mahasiswa wirausaha di antaranya adalah Elang Gumilang, Chairman
Elang Group, perusahaan yang bergerak di bidang properti, dan juga Wahid Syafruddin
pemilik Wahid Home Industri (Pengusaha Matras & Sajadah Batik),
lalu Hendy Setiono pendiri bisnis Kebab Turki Baba Rafi merupakan
lulusan mahasiswa Wirausaha Muda Mandiri (Program kerja sama Bank
Mandiri dengan Direktorat Pendidikan Tinggi/Dikti) dan masih banyak
lainnya.
Kedua, menerapkan kurikulum pendidikan wirausaha sejak
dini untuk membangun semangat wirausaha dari generasi muda Indonesia
masa kini. Hal ini tentu tidak memiliki dampak jangka pendek, tetapi
untuk jangka panjang akan sangat bermanfaat dimana penduduk usia
produktif di masa yang akan datang memiliki orientasi berwirausaha
ketimbang mencari pekerjaan setelah menyelesaikan pendidikannya.
Ketiga,
pemerintah tentunya harus mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang
mempermudah kerdit modal usaha bagi masyarakat yang mau berwirausaha.
Disamping memberikan kredit lunak melalui regulasi peraturan
undang-undang, pemerintah pun harus memperkecil resiko kredit macet,
salah satunya adalah sambil memberikan pelatihan dan bimbingan kepada
pengusaha kecil menengah dalam menjalankan usahanya. Sejauh ini,
kesulitan terbesar yang dialami oleh calon-calon pengusaha atau
pengusaha adalah kesulitan dalam memperoleh modal usaha.
Jika hal
ini dapat diwujudkan maka, bukan persoalan-persoalan perkekonomian
dalam negri seperti pengangguran, inflasi, dan lesunya perekonomian
dapat diatasi di masa yang akan datang. Berikut lagi dengan banyaknya
wirausaha maka secara langsung bangsa ini menyatakan siap mengahadapi
era persaingan global dalam hal ini Masyarakat Ekonomi Asean (MEA)
tersebut. Karena situasi yang diharapkan nanti adalah produk-produk
indonesia dari sektor wirausaha akan mampu menahan gempuran produk-
produk dari luar negri. Selain itu, ekspansi usaha akan dapat dilakukan
dengan baik ke luar negri jika Indonesia mampu bersaing dalam kualitas,
mutu dan harga.
Sekian, Salam.
Andri Atagoran
0 komentar:
Posting Komentar